Edisi 348, 14 September 2021
Semenarik-menariknya sebuah projek ataupun tugas ataupun aktivitas, pasti ada bagian atau saat dimana kita tidak begitu menikmatinya. Seorang penyanyi bisa jadi senang menyanyi, tetapi tidak begitu nyaman di panggung ataupun ketika perlu memasarkan diri, mengurusi aspek keuangan dan administrasi dari profesinya tersebut. Atau ketika ia sudah melakukan itu begitu rutinnya sehingga ia merasakan lebih sebagai pekerjaan.
Baik sebagai satu tugas, ataupun dalam berbagai tugas yang kita hadapi di satu hari, pada saat bagian berat itu dihadapi, maka alternatif aktivitas lain akan selalu menggoda untuk dilakukan, dan kalau kita tidak cukup pintar mengelola rangkaian aktivitas kita maka kita akan jatuh pada ‘giving in to feel good’, menyerah karena memilih melakukan hal yang menyenangkan yang bukan prioritas kita, melakukan prokrastinasi.
Prokrastinasi bisa juga dilihat sebagai mengabaikan kepentingan masa depan dengan menunda aktivitas penting dan memilih aktivitas yang kurang penting untuk kesenangan sesaat. Tanda itu bisa jelas dan disadari, bisa juga sekedar signal dan berusaha untuk diabaikan, emotional numbness, mengabaikan kekhawatiran yang kita rasakan ketika menunda pekerjaan penting dan tetap menjalankan aktivitas yang lain.
Disinilah pentingnya aware terhadap alternatif aktivitas yang digunakan sebagai alasan. Prokrastinator, sadar atau tidak tidak, akan mencari aktivitas lain untuk dijadikan alasan untuk penundaannya: soalnya meja saya berantakan, saya merasa lelah banget dan perlu beristirahat, saya jenuh dan kalau diteruskan hasilnya tidak baik karena itu saya refresh dengan main games, saya perlu cek email dulu, takut ada hal penting terlewat, dan seterusnya.
Prokrastinator memerlukan excuse untuk bisa menenangkan dia, karena sebetulnya di dalam dirinya juga ada alarm yang berbunyi ‘jangan ditunda nanti bahaya’. Hampir tidak ada orang yang menunda pekerjaan penting dan memilih untuk bengong saja. Alarm itu akan terlalu keras bunyinya bila itu yang dipilih, karenanya memilih tetap beraktivitas, seremeh apapun aktivitas tersebut umumnya dilakukan prokrastinator sebagai pelariannya.
Ada beberapa indikasi bahwa sebuah aktivitas tengah digunakan sebagai alasan untuk prokrastinasi:
- Dia tidak harus dikerjakan saat itu
- Dia sebelumnya tidak pernah menjadi prioritas
- Dia overdo, menjadi terlalu lama dan di lama-lama kan
- Dia bersifat sementara. Artinya, kalau rasa bersalahnya sudah berkurang, maka ia akan segera meninggalkan aktivitas tersebut, walau belum selesai.
Penting untuk mengenali alarm tersebut dan menangkapnya pada saatnya. Diperlukan awareness yang memadai untuk mendapatkannya pada saat moments of truth tersebut dan memberikan alasan pada diri kita untuk mencari titik temunya, berupaya win-win dengan diri kita. Bisa berarti menunda dengan batas waktu tertentu atau memaksakan mengerjakannya tetapi untuk 15 menit dulu, misalnya.
‘Giving in to feel good’ adalah manusiawi, persoalannya seberapa banyak aktivitas kita yang memang ‘harus’ dan bukan ‘ingin’, kalau terlalu banyak ‘harus’ maka akan sulit bagi kita untuk bisa mengendalikan dorongan untuk melakukan prokrastinasi.
G. Suardhika
Trainer dari training Modern Time Management Jakarta
Leave a Reply