The Missing 40 Percent

Filling the Gap between Ordinary and Superior Individual & Organizational Productivity

Organisasi selalu mencari cara untuk mengoptimalkan produktivitasnya. Salah satu pendekatan yang penting, bahkan bisa jadi paling penting adalah peningkatan produktivitas dari setiap orang yang ada di dalamnya. Berangkat dari blog produktivitasdiri.co.id, buku ini berusaha mendorong sebuah diskusi peningkatan produktivitas organisasi, berdasarkan peningkatan produktivitas diri. Penulis meyakini bahwa produktivitas optimal di dalam organisasi hanya dapat dicapai jika terjadi keterkaitan antara kepentingan individu dengan organisasi. Ketika organisasi membantu setiap karyawannya untuk menemukan hal tersebut maka kesenjangan yang ada antara kondisi saat ini ideal (yang dalam buku ini diasumsikan sebesar 40 persen) dapat ditutup. The Missing 40 Percent bukanlah sebuah buku ‘how to’. Ia sebuah buku yang memberikan inspirasi akan sebuah jalur alternatif peningkatan produktivitas organisasi yang ditulis oleh seorang trainer yang telah mempunyai 20 tahun pengalaman dalam memberikan pelatihan ke berbagai organisasi.

The Missing 40% - Buku terbitan 2019, sangat menggoda

Apa maksud 40% yang hilang, yang tidak terpikirkan? Silahkan telusuri dan nikmati makna 40% yang hilang dalam mengelola SDM atau sekarang disebut human capital. Baik untuk owner perusahaan, komisaris, direksi, pucuk pimpinan maupun manajer menengah, apa yang diungkap dalam buku ini sungguh bermakna. Tuisan buku ini merupakan kumpulan ilmiah dan praktek seorang ahli ilmu psikologi dan ahli manajemen selama praktek 20 (duapuluh tahun) sebagai manajer, trainer dan konsultan. Seorang wirausahawan, bangsa kita sendiri, tekun tidak mudah puas, seperti seorang perfectionist! Siapa dia? Silahkan temui sendiri dari bukunya. Bacalah halaman-halaman depan; ini sekedar ringkasannya:

Sebelum itu sebagai pembuka wawasan, penulis artikel ini, ketika mendapat pelatihan manajemen harus mengalami kerja praktek di suatu industri manufaktur di tahun 1975, di pabrik dengan ratusan karyawan, beroperasi 3 (tiga) shifts. Meskipun penempatan penulis sebagai rekrutan baru sebagai Manajer Pemasaran; perusahaan Inggris ini menugaskan menghayati proses industri penghasil produk yang akan dipasarkan. Di kala itu  di Indonesia sedang sangat populer dipraktekan Time Management, waktu itu secara sederhana dimengerti sebagai penggunaan waktu seifisien mungkin sewaktu bekerja, penulis artikel harus mengikuti juga Time Management teori  dan  prakteknya  di pabrik manufaktur ini selain proses pembuatan produk hingga Quality Control (QC) dan pengepakan untuk distribusinya. Penulis buku “The Missing 40%” menamai Time Management sebagai Manajemen Waktu (MW); ini yang ditulisnya dihalaman 10:

Sejak Manajemen Waktu (MW) dilahirkan dan berbagai pelatihan terkait dibuat hampir satu abad lalu, penulis buku ini belum menemukan sebuah upaya sistematis untuk melahirkan perspektif baru. Padahal perkembangan konsep, teori, dan penelitian terkait MW telah berkembang pesat. Sebut saja topik-topik ini: manajemen fokus, manajemen prioitas, emotional intelligence, willpower, awareness, procrastination, engagement, disamping topik seperti Get Things Done dari David Allen dan First Things First dari Merill & Covey. Lanjut ke halaman 11:

Bagaimana kita tahu bahwa sebuah perspektif baru diperlukan?

  • Ketika kita merasa sebuah konsep sudah tidak memadai untuk nmencapai
  • Ketika kita mulai menemukan banyak konsep lain, walau dengan istilah yang berbeda yang perlu diintegrasikan untuk mendapatkan sebuah perspektif yang komprehensif dan dapat

Dari dua analisis tersebut penulis buku membentuk working model yang

integrative dalam produktivitas diri.

Maka konsep baru perlu memiliki kriteria berikut:

  • Cakupannya lebih luas, sehingga dapat mengaitkan berbagai konsep dalam satu perspektif dan dapat membuat kita lebih memahami akar permasalahan dan keterkaitan antar variable.
  • Lebih dapat
  • Ia dapat mencapai kesederhanaan dibalik kompleksitas yang

Sebelum melanjutkan ringkasan bagian terdepan buku yang menggoda tulisan anak bangsa; penulis artikel tentang buku ini; sebagai warga Indonesia yang 36 tahun bekerja di berbagai perusahaan Multi National Companies (MNC) – perusahaan yang pemilikikan atau share-holders-nya dari berbagai Negara; ketika bekerja di perusaahaan Amerika (penulis artikel pindah bekerja dari manajer pemasaran produk ke Agency Public Relations dan konsultan masalah krisis perusahaan) dengan Presiden Direkturnya seorang warga Negara Inggris; karena bertumpuknya tugas, ada beberapa tugas “terlupakan”. Hal demikian tidak dapat dimaafkan dalam industri jasa yang harus cepat memberikan solusi bagi nasabah/klien yang memerlukannya, juga performa cepat dituntut menghadapi persaingan penawaran perusahaan jasa lainnya. Jika “terlupakan” maka seakan- akan masalah solusi yang harus dipecahkan menjadi tertunda bahkan dianggap terabaikan. Pada waktu demikian, Presiden Direktur cepat mengevaluasi dan memberi warning: don’t procrastinate! Nah, buku The Missing 40% juga membahas masalah ini, yang banyak dialami sebagai kesukaran mengambil keputusan oleh manajer muda di perusahaan apapun di negeri ini.

Kembali ke halaman 10 dari buku yang menggoda ini: Bila kita kembali dalam definisi produktivitas, output dibagi dengan input; maka apa sebenarnya output dalam produktivitas diri? Apakah kekayaan (sukses)? Apakah kebahagiaan? Ataukah pencapaian spiritual? Lalu kalau kita men-set sebuah output yang ideal yang menunjukkan keberhasilan seseorang, misalnya “mencapai kehidupan yang seimbang dalam semua aspek hidupnya”, apakah tepat kita menggunakan itu sebagai definisi produktivitas diri? Seberapapun menariknya memaksakan sebuah gambaran ideal output hidup, tidak pada tempatnya bila kita menganggap demikian pada semua orang dengan tipe dan keunikan yang sangat variatif. Manajemen Produktivitas Diri (MPD) lebih menekankan pada proses membentuk tujuan hidup daripada format tujuan hidup itu sendiri.

Halaman 11: Konsep Manajemen Produktivitas Diri (MPD):

  • Proses mengarahkan: mulai dari keinginan dan tuntutan hidup sampai proses cascading (mengalirkan) kedalam aktivitas sehari-hari.
  • Proses me-respond: mulai dari masuknya informasi/permintaan sampai ke integrasi kedalam aktivitas

sehari-hari

  • Proses pengendalian: mulai dari situasi tidak terkendala ke situasi terkendala
  • Proses pengembangan

Nah, ini baru prolog mengenai isi buku yang menggoda tersebut, tunggu tanggal tayangnya artikel kelanjutanya, namun bila sudah tidak sabar silahkan mencarinya di Toko Buku Gramedia atau hubungi Value Consult dengan Sdri. Riri di 08161111 9922. (Penulis artikel ini: Ludwig Suparmo – Lead Trainer: Crisis, Issue, and Risk Management)

Close Menu
×

Hello!

Click one of our representatives below to chat on WhatsApp or send us an email to cs@produktivitasdiri.co.id

× Butuh info?