Edisi 112, Selasa, 11 Oktober 2016
Produktivitas Diri melihat manusia sebagai tujuan. Manusia adalah owner dari proses produksinya. Dengan demikian dia berkepentingan untuk memastikan bahwa proses produksinya itu berjalan menuju output yang dia inginkan. Dia bisa memilih pacing-nya, memilih work style-nya, memilih output yang ia inginkan dan kemudian ‘menggunakan’ dirinya untuk mencapai itu.
Setelah lebih dari 1 abad kita mengalami dunia dengan tingkat output produksi yang terus meningkat, kita memahami bahwa produktivitas kerja yang menjadi dasarnya, tidak membawa manusia dan bumi ke arah yang lebih baik. Lebih tinggi output, tidak menghasilkan lebih bahagia. Lebih tinggi output menimbulkan kerusakan alam yang kemudian meninggalkan bumi yang rusak buat generasi mendatang.
Karenanya dalam beberapa dekade belakangan ini ada antitesis dari proses revolusi industri dan pendekatan manajemen yang berorientasi ke output semata, ke arah menemukan proses kerja yang bermakna dan menyenangkan bagi karyawannya. Menariknya lagi, justru dengan proses kerja tersebut kita tidak hanya menjadikan produktivitas yang baik buat diri orang tersebut (produktivitas diri) tetapi juga produktivitas kerja yang lebih baik karena engagement yang meningkat. Terutama bila kita menggunakan time frame yang wajar (bukan jangka pendek) dari proses produksi yang ada. Hal ini dengan meyakinkan diuraikan dalam buku Primed to Perform.
Meningkatnya standardisasi, spesialisasi, efsiensi, produktivitas kerja dan optimasi, ternyata bisa menimbulkan efek samping: alienasi, kehilangan makna dan hilangnya concern terhadap impact bagi organisasi ataupun lingkungan dalam jangka panjang. Sementara itu, meningkatnya makna, keterlibatan, kesenangan bekerja, ternyata bisa menimbulkan lonjakan produktivitas kerja yang tidak terbayangkan sebelumnya (the missing 40 percent).
Dalam perspektif tersebut lah, MPD meyakini bahwa bila organisasi memperbaiki cara pandangnya, serta mengarahkan sebuah proses produksi yang akan meningkatkan keterlibatan kerja dari karyawan (engagement), maka produktivitas diri akan menimbulkan produktivitas kerja yang lebih besar dari apa yang dicapai selama ini.
Sebagai summary inilah perubahan yang terjadi antara produktivitas kerja (pk) ke produktivitas diri (pd).
- Dari alienasi (pk) ke arah menemukan kembali makna dan keterlibatan dalam bekerja (pd).
- Dari rutinitas dan spesialisasi (pk), menuju fleksibilitas dan merasakan manfaat menyeluruh dari apa yang dikerjakan (pd).
- Dari fokus pada output (pk) kerja, menjadi fokus yang seimbang terhadap proses juga (pd)
- Secara ekonomi, dari fokus kepada pertumbuhan (pk) ke arah fokus pada keberlangsungan (pd). Terutama karena integrasi value ke dalam pekerjaan yang ada, ketika orang diperlukan sebagai owner dari proses produksinya. Integrasi value tersebut akan memudahkan karyawan memasukan value yang lebih beragam di tempat kerja (tidak hanya prestasi external), sehingga hasil kerja yang lebih seimbang bisa dicapai.
Tentunya kedua dikotomi itu bukan memilih antara satu ekstrim dengan ekstrim lainnya, tetapi ini adalah sebuah proses dari tesis (pk), ke anti tesis (pd) dan kemudian perlu dicari keseimbangan (sintesis) yang baru. Menggabungkan antara manajemen sebagai logika (pk) dan seni (pd). Melihat kinerja sebagai tactical performance (pk) ke tactical dan adaptive performance (pd). Yang akan kita bahas di tulisan lain di seri ini.
G. Suardhika
Trainer dari training Modern Time Management Jakarta