Blog

Edisi 286, 3 September 2019

Setelah sebelumnya, kita banyak membahas penilaian interupsi dari aktivitasnya, maka pada kesempatan berikut kita mengevaluasi interupsi dari aspek lain yang tidak kalah pentingnya: aspek orang, frekuensi, pola dan timing.

Ketika kita menerima interupsi dari staf, sebut saja Fredi, yang kita tahu, dari isinya, sebetulnya bukan prioritas, namun ia tampaknya sudah putus asa tidak dapat menyelesaikannya, maka kita bisa memprioritaskan bukan karena kepentingan dari pekerjaan itu dibandingkan pekerjaan kita, tetapi dengan alasan untuk menjaga kondisi dan semangat anggota tim.  Karena itu, kita dapat mendahulukan aktivitas tersebut, menyingkirkan aktivitas penting yang tengah dikerjakan demi bisa menenangkan staf kita tersebut.

Aspek orang akan terkait dengan aspek power, ketika yang melakukan interupsi adalah atasan kita.  Pada saat itu, maka kita bisa mendahulukan permintaan Bos walaupun tidak penting dan tidak segera.  Tetapi hanya agar Bos tidak perlu menanyakan ke kita berulang kali, agar Bos tenang.  Bisa juga karena alasan ini: untuk meninggalkan kesan positif di atasan yang penting bagi karir kita.

Ada sedikit kompleksitas dalam mengelola interupsi atasan.  Interupsi Atasan masih bernilai positif paling tidak karena dua alasan berikut.  Pertama,  ia terkait erat dengan pekerjaan kita.  Atau, kedua, karena kita ingin mendapatkan penilaian baik dari Atasan untuk kepentingan karir.

Namun kadang kita menemukan Atasan yang unorganized sehingga interupsinya berasal dari kegagalan dia dalam mengelola pekerjaannya dengan baik atau bahkan interupsinya berupa kebutuhan personalnya.  Pada kasus seperti ini maka kemampuan kita mengelola relasi dengan atasan akan menjadi penentu keberhasilan kita mengelola interupsi dalam jangka panjang.  Mengenai pengelolaan interupsi untuk kepentingan jangka panjang akan dibahas pada tulisan yang lain.

G. Suardhika

Trainer dari training Modern Time Management Jakarta