Edisi 21, Selasa, 10 November 2015
Saya memandang salah satu peserta pelatihan di depan saya, dengan rasa gundah. Nalar saya dengan cepat menyimpulkan 2 hal, bertapa besarnya pengaruh atasan terhadap ‘kenikmatan kerja’ seseorang. Dan, bertapa semakin lama semakin banyak orang yang terperangkap pada pendekatan survival dalam kerjanya.
Peserta ini, wanita. Menghampiri saya setelah pelatihan Time Delegation yang saya berikan untuk sebuah perusahaan keuangan. Ia menceritakan bagaimana ia perlu memaksakan diri untuk bekerja ketika semangatnya drop beberapa waktu yang lalu. Satu bagian cerita lagi yang menarik adalah tentang atasannya.
Atasan yang setiap tahun pasti masuk rumah sakit. Dari mulai tipus, demam berdarah, sampai ke yang lebih serius, vertigo. Saya menduga atasan tersebut berusia 40 an. Ternyata…..umurnya baru sekitar 30 an…
Pekerjaan jelas merupakan bagian penting dari hidup kita. Karenanya menjadi semakin produktif di tempat kerja adalah suatu hal yang kita perlukan, bukan saja untuk kepentingan perusahaan, tetapi juga, lebih-lebih, untuk kepentingan diri kita sendiri. Tetapi kalau yang dialami adalah seperti yang diceritakan oleh peserta pelatihan tersebut, maka terbayang sudah gap yang perlu dilalui untuk menjadi produktif.
Trend yang tidak menyenangkan ini sudah saya tangkap sejak beberapa tahun yang lalu. Bahwa mereka yang terserang penyakit serius semakin lama semakin muda. Jantung, stroke, bahkan juga kanker sudah menjadi pembicaraan kita sehari-hari. Pola makan dan kondisi lingkungan bisa jadi menjadi penyebab penting. Tetapi saya duga, stres di tempat kerja, merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya. Apalagi kalau seseorang, dengan berjalannya waktu, tidak juga berhasil mengelola stres tersebut dan semakin lama tubuhnya semakin menyerah menghadapi serangan yang bertubi-tubi.
Sulit untuk berharap semakin lama kita semakin produktif, bila semakin lama kita semakin tenggelam dengan pekerjaan kita dan semakin tidak berhasil mengendalikan stres yang ada.
Sebut saja tiga moda kerja yang akan kita bahas ini sebagai perspektif vertikal di dalam produktivitas diri. Ketiga moda itu adalah, survival, pleasure dan produktif.
Ketika seorang sedang belajar berenang, tidak aneh kalau ia merasa takut tenggelam dan setiap situasi hampir tenggelam, membawa dia ke dalam moda survival. Ketika seorang sedang merasa dirinya akan tenggelam, maka ia akan melakukan berbagai gerakan, menendangkan kaki, menepakan tangan, berusaha mengangkat dan mendorong tubuhnya ke pinggir kolam. Pada umumnya gerakan itu sangat menguras enerji, dan mempunyai efek yang kecil untuk membawanya ke tujuan.
Moda survival bisa diibaratkan sebagai moda yang diambil ketika menghadapi situasi tersebut. Di tempat kerja, kita tidak memahami cara kerja yang baik. Bagaimana mengelola pekerjaan. Bagaimana mengelola relasi. Bagaimana cara untuk bisa menghasilkan kerja yang baik dan pada saat yang sama menikmatinya. Sehingga kita melakukan berbagai cara untuk bisa survive, yang didorong oleh kekhawatiran akan dimarahi Bos.
Bila seseorang baru ditempat kerjanya, bisa jadi ini sesuatu yang wajar karena ia perlu menyesuaikan diri dengan berbagai hal. Tetapi bila keadaan itu terus berlangsung bertahun-tahun?
Sebagian orang yang berhasil untuk survive, kemudian memilih untuk terus berada pada moda nyaman. Kekhawatirannya (fear) sudah mulai berkurang. Yang ada adalah tarikan pleasure untuk berada dalam area nyaman. Berarti ia sekarang berada di moda pleasure.
Bila kita bicara pendakian ini adalah mental camper bukan mental pendaki yang sesungguhnya. Camper mencari area yang nyaman dan cukup berhenti di sana, menikmati pemandangan dan tidak ada dorongan lagi untuk terus mendaki mencapai puncak pendakian.
Jim Collins dalam bukunya Good to Great, mengatakan musuh dari great adalah good, yang berupa rasa nyaman kita. Seorang yang ingin mencapai great (moda produktif) perlu mengatasi rasa nyamanya, untuk terus melakukan aktivitas secara optimal.
Rangkaian tulisan di edisi selasa berikutnya akan membahas ketiga moda tersebut: survivial, pleasure dan produktif.
G. Suardhika
Trainer dari Training Modern Time Management Jakarta