Perangkap Moda Survival

Edisi 239, 30 Oktober 2018

Gap Jalur Karir.  Apa yang kita lakukan bila ternyata pekerjaan yang kita pilih kita rasa belum sesuai dengan jalur karir kita?  Sebenarnya merasa belum sesuai dengan jalur karir, sudah sesuatu hal yang sangat baik, karena sebagian kita tidak merasakan ada masalah dengan pekerjaan kita, bukan karena sudah sesuai dengan jalur karir.  Tetapi mereka tidak tahu ataupun tidak berani men set jalur karirnya.

Tekanan yang begitu keras dalam memastikan terpenuhinya pendapatan yang memadai menyebabkan survival moda seringkali dilihat sebagai ‘pilihan satu-satunya’.  Bukan hanya itu.  Dia dilihat sebagai pilihan yang lebih baik.  Dia dilihat sebagai good news dalam jangka panjang.  Bayangkan ketika seseorang dalam kondisi kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, setelah menunggu beberapa bulan akhirnya memperoleh sebuah pekerjaan, walaupun tidak sesuai dengan yang dia inginkan, walaupun jauh dari kompetensi dia, walaupun kompensasinya rendah.  Pasti ia akan sangat bersyukur dan berusaha menjaga pekerjaan itu sedapat mungkin.

Tentu tidak ada yang salah dengan respond tersebut.  Ketika kapal kita tengah menghadapi badai, maka mengarahkan kapal kemana menjadi tidak penting, yang penting adalah menyelematkan diri.  Walaupun itu berarti berlawan arah dengan tujuan kita.  Namun, ketika kapal kita mulai tenang.  Apa yang kita lakukan?  Kalau kita tetap menggunakan survival moda, maka dalam jangka panjang kita akan makin jauh dari karir dan kehidupan yang kita inginkan.

Pencari kerja memang dalam posisi yang sulit.  Mereka mulai dengan kompetensi dan pengalaman yang masih minim dan bersaing dengan ribuan pencari kerja untuk sebuah posisi tertentu.  Posisi yang lemah ini seringkali dibawa terus ketika sudah berada di organisasi.  Sebuah rasa rendah diri menjadi karyawan.  Sebetulnya bukan rendah diri yang menetap, tetapi bila itu disertai kekhawatiran (yang muncul dari pengalaman) akan sulitnya mencari pekerjaan, maka akhirnya kita terkukung di organisasi tersebut, tanpa sadar bahwa yang kita pertukarkan begitu berharga: masa depan kita.

Apa yang saya ‘jual’ untuk mendapatkan gaji saya?  Waktu saya?  Keluarga saya?  Masa depan saya?  Moral saya?  Harga diri saya?  Rangkaian kalimat ini bisa sangat menyeramkan dan menyedihkan.  Untungnya tidak terjadi pada sebagian besar kita.  Tetapi kerendah-dirian dan keputus-asan menjadi alasan yang kuat untuk tetap berada di moda survival.  Bagi mereka tentu bahasan MPD ini tidak bermanfaat.  Utopia.  Dan mereka merasa sah-sah saja menghabiskan sebagian besar waktu produktif mereka untuk pekerjaan tersebut.  Banyak kisah tragis yang kemudian muncul dari situasi tersebut.

Salah satu hal yang menyedihkan adalah situasi kalah-kalah: karyawan sudah merasa berkorban banyak, sementara organisasi merasa dirugikan oleh karyawan tersebut dan berharap ia segera mengundurkan diri.  Seorang karyawan bisa merasa sudah berusaha melakukan yang terbaik, tetapi sebetulnya dia tidak perform.  Sementara Atasannya sudah lelah dengan dia karena ia tidak mengembangkan diri untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik, sementara itu setiap tahun selalu berharap kenaikan gaji yang optimal karena pengorbanannya.  Situasi tersebut bisa terjadi karena pengorbanan tidak sama dengan kinerja.

G. Suardhika

Trainer dari training Modern Time Management Jakarta

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of
Close Menu
×

Hello!

Click one of our representatives below to chat on WhatsApp or send us an email to cs@produktivitasdiri.co.id

× Butuh info?