314, 30 Juni 2020
Procrastination adalah penundaan. Penundaan bisa bersifat sesaat, situasional, bisa juga bersifat personal, yaitu ketika faktor dari dalam diri lebih menentukan terjadinya penundaan. Contoh dari penundaan situasional adalah ketika kita sulit untuk berkonsentrasi karena lingkungan yang berisik. Sementara itu contoh yang personal adalah ketika kita memang malas, bingung, merasa kesulitan untuk melakukannya.
Namun, tidak semua penundaan adalah procrastination, procrastination adalah penundaan negatif. Negatif dalam arti kita secara sadar tahu bahwa penundaan itu tidak baik dalam jangka panjang, tetapi kita tetap melakukannya untuk mendapatkan kesenangan dan kenyamanan saat ini. Hanya kita sendiri yang paham pada saat itu apakah penundaan itu negatif atau tidak. Namun, kadang kalau kita sudah terlalu sering memberikan alasan tidak benar untuk penundaan kita, maka kita pun sulit untuk mengakui kita tengah melakukan procrastination. Dalam situasi seperti itu, apa cirinya? Cirinya adalah pada evaluasi jangka panjang kita, apakah kita berhasil dalam hidup ini atau tidak.
Bukankah ada penundaan yang setelah dilakukan, ternyata bermanfaat? Yap. Karenanya kriteria procrastination atau tidak bukan di output-nya, tetapi di keputusan di dalam diri pada saat melakukannya. Bisa jadi pada saat menunda kita sadar bahwa kita tengah melakukan procrastination, tetapi karena perubahan situasi tertentu, ternyata keputusan itu malah memberikan manfaat yang lebih besar. Non procrastinator (orang yang pada dasarnya bukan procrastinator) akan paham bahwa ia hanya tengah beruntung, atau maksimal ia merasa bahwa ia perlu lebih sering memperhatikan intuisinya. Procrastinator akan mengeneralisasinya dan beranggapan bahwa saya akan lebih beruntung ketika menunda, ataupun motif lain: saya biasanya lebih sukses kalau saya bisa mengerjakan di akhir waktu.
Ketika alasan itu dipakai, mari kita mengevaluasi diri, secara keseluruhan apakah saya puas dengan diri saya sendiri, apakah saya merasa nyaman dengan diri saya sendiri, ataukah saya lebih sering merasa perlu lari dari kewajiban saya dengan berbagai kesenangan sesaat. Ketika kita tengah merangkai berbagai excuse tersebut, coba nilai apakah hidup saya cukup berhasil dibanding rekan-rekan saya? Berhasil dalam arti, saya mencapai tujuan dan mimpi saya.
Karena itu untuk bisa menangkap procrastination pada saat terjadi, pada saat moment of truth-nya, kita perlu memiliki awareness yang baik. Awareness yang bisa kita gunakan untuk melakukan refleksi ketika saya memilih melakukan B, bukan A, saya tengah melakukan procrastination atau tidak ya? Kejujuran dalam mengevaluasi diri tersebut, akan membawa pada keberhasilan.
G. Suardhika
Trainer dari training Modern Time Management Jakarta
Leave a Reply