Edisi 119, Selasa, 22 November 2016
Manajer SDM itu duduk dengan congak-nya. Ia menggambarkan banyaknya lowongan untuk manajer di perusahaannya yang sedang berkembang.
Inilah yang kami cari, katanya melanjutkan pembicaraan, orang pintar. Dia memberikan tekanan kata khusus ketika menyebutkan kata pintar. Terdiam sebentar. Menatap lurus ke saya, seolah ingin meyakinkan diri, bahwa saya menangkap apa yang dimaksud. IQ tinggi. IPK tinggi. Dari perguruan tinggi ternama. Kalau bisa, luar negeri.
Mereka yang bersedia bekerja keras. Loyal pada perusahaan. Bisa mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. Bersedia lembur. Tidak pulang sebelum boz nya pulang.
Kembali ia berdiam. Membetulkan tempat duduknya. Anda lihat sendiri kami disini paling cepat pulang jam 10 malam. Kalau Anda tidak bisa bekerja keras, seperti halnya para wartawan umumnya, ya jangan coba-coba melamar di sini.
Karena prestasinya lah orang disini digaji tinggi. Persaingan semakin ketat. Kita sekarang menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean. Jadi nggak ada tempat lagi, untuk orang yang malas-malasan. Bonus diberikan tinggi untuk karyawan yang berprestasi. Sudah biasa di sini, kalau orang baru bisa meeting koordinasi dengan atasannya jam 11 malam. Sehingga tidak heran kami menjadi perusahaan yang tumbuh dengan pesat.
Saya terdiam. Saya merasa seperti orang yang sedang melamar kerja. Padahal saya wartawan yang sedang mewawancarai. Lagipula siapa yang ingin kerja di sana. Mendengarkan situasi kerja dari dia saja, saya sudah merasa tidak betah. Saya Cuma bingung ia sedang mencari executor atau leader. Bagaimana mungkin perusahaan bisa merasa akan unggul terus bila ia mengisi manajemen madyanya dengan para executor. Orang-orang yang sekedar menjalankan tugas, tanpa inisiatif lebih?
Sambil tersenyum, dalam hati saya berkata…melihat ke-PD-annya tampaknya tidak terlalu sulit bagi perusahaan ini, mencari orang yang diinginkannya….
G. Suardhika
Trainer dari training Modern Time Management Jakarta