Edisi 265, 16 April 2019
Dalam sebuah rapat manajemen beberapa hari lalu, seorang rekan sambil bercanda menanyakan bagaimana kaitan antara himbauan 996 Jack Ma dengan Produktivitas Diri? Buat Anda yang belum mengetahui, Jack Ma dalam sebuah kesempatan menyampaikan persetujuannya atas himbauan untuk bekerja 12 jam per hari selama 6 jam seminggu. Apakah Produktivitas Diri pasti berseberangan dengan hal itu? Saya berharap jawaban bisa sesederhana ya dan tidak, sayangnya tidak begitu. Dalam tulisan singkat ini, saya mencoba memberikan beberapa catatan di edisi MPD ini.
Kerja keras (sebut saja 996 demikian) tidak pernah secara otomatis berseberangan dengan produktivitas diri. Di awal blog ini, edisi 46 blog ini yang terbit pada 5 pebruari 2016 menyebutkan adanya high & low paced productivity yang menunjukan perbedaan kecenderungan dan kemampuan orang yang membawa pada style produktivitas berbeda. Dengan demikian faktor perbedaan individu menjadi faktor pertama yang akan membuat orang me-respond secara berbeda tuntutan kebijakan tersebut.
Apalagi kalau kita baca lebih dalam komentar Jack Ma, bahwa kalau seorang menikmati pekerjaannya maka ia akan tidak merasa berat bekerja 996. Kesuksesan, demikian Ma lebih lanjut, yang dicapai setelah bekerja keras, pasti akan jauh lebih nikmat. Dengan kata lain bila kerja keras itu berasal dari dalam diri karena alignment antara minat, purpose dan apa yang dikerjakan maka seseorang akan sampai pada level flow.
Di sisi lain, tanpa kemampuan organisasi untuk membangun alignment antara kepentingan individu dan organisasi dengan baik, himbauan untuk 996 akan dirasa sebagai ancaman, sebagai pengabaian kepentingan individu, bahkan dalam level tertentu sebagai ‘perbudakan’. Sebagian komentar yang muncul datang dari perspektif ini. Datang dari perspektif bahwa kerja itu beban sehingga perlu diminimalkan.
Sementara itu, mereka yang berhasil mendapatkan kenikmatan dalam kerjanya akan merasa tidak keberatan dengan 996, bahkan dalam sebagian waktu bisa jadi mereka siap dengan 007 (24 jam perhari selama 7 hari seminggu), paling tidak ini kita bisa lihat pada pengusaha yang tengah merintis bisnisnya. Sementara waktu menempuh ketidakseimbangan untuk bisa mendapatkan keseimbangan di masa depan. Kata kuncinya kemudian adalah awareness, kesadaran untuk mengetahui seberapa jauh ia bisa menempuh pola itu, apa yang tengah dan akan dikorbankan, sehingga ia tahu kapan berhenti dengan pola itu dan memperbaiki keseimbangan hidupnya lagi.
Disinilah beda antara menikmati kerja dan kecanduan kerja. Dalam posisi kecanduan kita akan sulit untuk mencapai awareness tersebut. Jadi yang merasa bisa dan perlu bekerja keras habis-habisan ya monggo…yang merasa itu tidak pas dengan hal tersebut, lebih pas dengan low paced productivity ya…silakan…
Sedangkan bagi organisasi, pertanyaan adalah bagaimana caranya membentuk sistem dan budaya perusahaan yang baik sehingga 996 datang dari dalam diri karyawannya, bukan dari himbauan, apalagi paksaan. Kebanyakan karyawan dan organisasi meng-under estimate pentingnya istirahat, padahal memperbanyak lembur tidak selalu berarti peningkatan kinerja.
G. Suardhika
Trainer dari training Modern Time Management Jakarta
Leave a Reply