Edisi 254, 4 Pebruari 2019
Bila Anda membaca tulisan sebelumnya, maka bisa jadi Anda merasa aneh bila ada organisasi yang berada di level 1. Tahan dulu. Coba dengarkan cerita berikut.
Bagaiamana pendekatan manajemen modern dalam mengelola call center? Mempersiapkan script yang baku, SOP, lalu memastikan setiap petugas mencapai hasil yang maksimal, baik itu dalam memberikan informasi, menjual ataupun menangani keluhan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Terdengar masuk akal dan sangat sesuai dengan prinsip manajemen modern bukan?
Coba sekarang bandingkan dengan apa yang dilakukan organisasi lain. Tidak menerapkan skrip pada tim call center-nya. Tidak membatasi waktu, sehingga ada yang sampai 6 jam berinteraksi dengan pelanggannya via telepon. Tugas mereka justru membuat penelepon merasa nyaman dan bahkan bila perlu membuat mereka merasa berinteraksi dengan teman semata. Tidak ada upaya upselling (melakukan penawaran produk lainnya). Bahkan dengan bebas petugas melemparkan gurauan ataupun berbicara hal remeh lainnya, tentang binatang peliharaan atau lainnya.
Apa yang dilakukan petugas call center di organisasi ini jelas berlawanan dengan perspektif manajemen modern yang ada. Kita akan berpikir, bila ini yang dilakukan terhadap organisasi kita, bisa jadi petugas akan menggunakannya untuk menelopon tetangganya atau customer yang kesepian akan menggunakannya untuk curhat. Siapa organisasi gila ini?
Dialah Zapos, salah satu start up di Amerika yang memasarkan sepatu dan produk konsumer lainnya. Dengan pertumbuhan yang luar biasa, perusahaan ini sering menjadi pembicaraan karena pendekatan CEO nya, Tony Hsieh yang berbeda dalam manajemen.
Ia melihat retaining customer di atas segalanya, karenanya membebaskan call center melakukan berbagai hal untuk mencapainya. Ia merasa kreativitas karyawan adalah segalanya, karena itu mengunakan pendekatan Holacracy dalam organisasinya (mengenai Holacracy akan dibahas pada tulisan yang berbeda). Ia merasa budaya kerja adalah segalanya karena itu memastikan karyawan yang tidak sesuai budaya kerjanya walaupun ia sangat pintar dan dibutuhkan organisasi, ia tidak akan diterima. Inilah contoh organisasi level 1. Dan tampaknya mulai banyak organisasi-organisasi seperti ini yang akan tumbuh, yang akan membuat MPD tumbuh subur di atasnya. Semoga.
G. Suardhika
Trainer dari training Modern Time Management Jakarta
Leave a Reply