Edisi 71, Selasa, 3 Mei 2016
Anda sudah berkenalan dengan Marley di edisi sebelumnya. Marley sebetulnya adalah kita. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk diterima sosial, namun kita perlu dapat memenuhi kebutuhan tersebut tanpa mengorbankan kepentingan lain dalam hidup kita. Sayangnya Marley kesulitan untuk mengelola border tersebut.
Berkata ‘tidak’ pada permintaan orang lain memang tidak mudah. Karena kita pada dasarnya orang yang baik yang ingin diterima dan menyenangkan orang lain. Bahkan, di benak kita, bisa jadi kita menganggap orang yang berkata tidak adalah orang yang jahat.
Untuk memahami ini tampaknya kita perlu menggali lebih dalam lagi mengenai ‘apa itu orang yang baik’. Bukan. Bukan dalam tataran filosofis, tetapi dalam tataran praktis berikut ini.
Apakah ketika seseorang itu sibuk membantu rekan kerjanya di kantor sehingga dia mengabaikan perannya sebagai ayah, dia bisa dikatakan ‘orang baik’?
Apakah ketika seorang itu sibuk membantu koleganya, sehingga dia melupakan kinerjanya yang mengancam karirnya, dia bisa dikatakan baik? (kasus Marley).
Apakah ketika seorang itu sibuk memperhatikan kepentingan staf nya, sehingga dia mengorbankan kepentingan perusahaan untuk mendapatkan kinerja yang optimal, dia bisa dibilang baik?
Dalam ketiga pertanyaan praktikal di atas, kita menemukan bahwa berbuat baik pada satu orang bisa jadi berbuat tidak baik pada pihak lain. Disinilah kita perlu memahami ulang, apa itu ‘berbuat baik’. Yang ingin saya tawarkan, sebetulnya ini: dalam konteks MPD, maka berbuat baik sebetulnya adalah bertindak efektif.
Dalam konteks ini-lah, kita memahami bahwa berkata ‘Tidak’ itu diperlukan untuk menjaga ‘Ya’ pada berbagai peran kita yang lain. Berkata ‘Tidak’ itu diperlukan untuk menjaga keseimbangan peran kita.
Untuk bisa mendapatkan ‘Ya’ untuk hal-hal yang penting, maka kita perlu berani mengatakan ‘Tidak’ untuk yang kurang penting. Efektivitas kita dalam melakukan ini, sangat tergantung pada seberapa jernih kita memahami purpose hidup kita dan mengenal beban kerja kita. Dengan itu, kita akan memahami prioritas kita dengan jelas, dan time demand yang ada untuk bisa menyelesaikannya dengan baik. Dan pada gilirannya, produktivitas kerja dapat kita tingkatkan.
Disini perlu kesiapan untuk menjadi tidak populer, demi tercapainya berbagai kepentingan dengan seimbang. Skill selanjutnya yang perlu dikembangkan adalah kemampuan untuk bisa dengan cara yang tepat menolak permintaan seseorang tanpa menyinggung harga dirinya. Ini perlu latihan untuk bisa berbicara dengan tenang dan menjelaskan alasan dengan tidak.
Namun, sebetulnya kita tidak punya alternatif yang lebih baik. Khususnya karena kredibilitas kita justru dipertanyakan ketika kita mudah berkata ‘Ya’, tetapi tidak berhasil memenuhi komitmen kita tersebut. Jadi jangan ragu berkata ‘Tidak’ demi didapatnya ‘Ya’ yang lain, Ya kan?
G. Suardhika
Trainer dari Training Modern Time Management Jakarta