Sibuk bagi MPD-er

Sibuk bagi MPD-er

Edisi 47, Selasa, 9 Pebruari 2016

Sibuk bagi MPD-er bukan sebuah kebanggaan, tetapi sebuah keprihatinan. Bukan tujuan, tetapi indikator ada yang tidak beres.

‘Waduh, masih sibuk nih…belum sempat ya…’. Seorang karyawan kadang menyampaikan ketidakmampuannya memenuhi permintaan koleganya dengan bangga. Kesibukan yang digunakan sebagai alasan. Kesibukan seolah menjadi bagian sehari-hari aktivitas kerja manusia modern. Bahkan bisa dibilang, ia telah dijadikan simbul status. Semakin sibuk seseorang, maka semakin merasa menjadi orang penting.

Namun, kalau kita lihat dengan lebih dalam lagi, kita akan menemukan bahwa orang-orang yang ada di puncak organisasi, para direksi, apalagi owner, bisa jadi merupakan orang-orang yang mematahkan asumsi tersebut. Kesibukan tidak otomatis menunjukan peningkatan produktivitas kerja seseorang.

Kesalahan pertama kita dalam hal ini adalah menganggap kesibukan merupakan sebuah hal yang bisa dibanggakan. Kesibukan menunjukan bahwa kita dibutuhkan. Menunjukan bahwa kita orang penting. Padahal bagi MPD-er, sebagian dari kesibukan, yang bukan temporer sifatnya, justru merupakan simtom dari ketidakberhasilan mengelola pekerjaan dengan baik.

MPD-er memang suka menantang dirinya dengan meningkatkan beban kerja nya. Tetapi, bila para workaholic kemudian menyukai kesibukan, senang tampil sebagai orang yang sibuk dan bisa jadi menggunakan kesibukan sebagai tujuannya. MPD-er justru melihat kesibukan yang terus-menerus sebagai indikator adanya ketidakberesan. Yaitu belum diperolehnya sebuah kestabilan baru dari demand yang tinggi dengan kemampuan diri dan kesiapan sistem dan tim.

Sibuk, bagi MPD-er bukanlah default setting, bukan sesuatu yang diinginkan. MPD-er lebih suka menggunakan kata ‘bukan prioritas’ daripada ‘tidak sempat’ atau ‘tidak ada waktu’. Karena kalau seorang itu sibuk sampai menyebabkan pekerjaan orang lain tertunda, berarti ia telah gagal mengelola (kadang, memperjuangkan) alur kerjanya dengan baik.

Sibuk sebaiknya dilihat sebagai tanda bahwa sebuah proses recovery perlu dilakukan agar kita bisa kembali pada pacing yang kita inginkan. Mengubah pacing kita sementara karena tuntutan yang ada, tentu wajar saja. Tetapi membiarkannya terlalu lama tanpa bisa kita recovery, menunjukan kegagalan kita.

Sibuk perlu di-respond dengan 2 hal. Pertama tentunya memenuhi tuntutan dari demand tersebut. Kedua adalah mengembalikan keseimbangan sistem sehingga kita bekerja dalam pacing, focus dan engagement yang kita inginkan.

Sibuk tidak di-respond dengan kebanggaan, tetapi keprihatinan. Karena yang penting adalah tercapainya tujuan dari produktivitas itu sendiri, melalui peningkatan output, kapasitas dan alignment.

G. Suardhika

Trainer dari Training Modern Time Management Jakarta

Close Menu
×

Hello!

Click one of our representatives below to chat on WhatsApp or send us an email to cs@produktivitasdiri.co.id

× Butuh info?