Dari Produktivitas (Kerja) ke Produktivitas (Diri) (1)

Dari Produktivitas (Kerja) ke Produktivitas (Diri) (1)

Edisi 111, Selasa, 4 Oktober 2016

Anda yang mengikuti blog ini cukup lama tentunya paham bahwa fokus dari produktivitas diri adalah pada individu.  Peningkatan produktivitas diri terutama untuk kepentingan individu tersebut, baru kemudian organisasi.  Jika memang demikian, lalu apa manfaat produktivitas diri bagi organisasi?  Kenapa organisasi perlu concern dengan produktivitas diri?

Tidak dapat dipungkiri bahwa kepentingan individu tidak selamanya sejalan dengan kepentingan organisasi.  Bahkan kecenderungannya adalah organisasi tidak terlalu perduli dengan minat atau passion individu.  Concern utama bagi organisasi adalah menemukan orang yang tepat untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu.  Bila orang itu tidak menyukainya?  ‘Emang gw pikirin?’.  Paling tidak, begitulah pendapat dari sebagian organisasi.

Ada baiknya kita menoleh ke belakang sedikit untuk memahami bagaimana kekuatan yang bekerja mendasari pendekatan manajemen yang ada saat ini.  Pada awalnya adalah revolusi industri yang ditandai dengan transasi dari perekonomian berbasis pertanian ke pereknomian berbasis industri (terjadi sekitar tahun 1760 – 1840).

Pada saat itu manusia berasumsi bahwa kesejahteraan bisa dicapai dengan peningkatan output.  Peningkatan output dicapai dengan mulai bertumbuhnya industri barang dan pada tahap berikutnya standardisasi dan optimasi dari proses produksi.  Proses produksi dipecah menjadi beberapa tahap.  Pada setiap tahap dihitung cara untuk mengoptimalkannya sehingga karyawan diarahkan untuk menjadi spesialis dan menguasai suatu proses pekerjaan tertentu dengan sangat baik.

Sederhananya mungkin begini.  Pada awalnya seseorang karyawan mengerjakan seluruh proses (sebagian besar proses) dalam membuat baju, mulai dari mengukur, membuat pola, memotong sampai dengan menjahit.  Kemudian manajemen mengadopsi metode ilmiah yang ada dan mulai melakukan penelitan mengenai proses yang seperti apa yang akan membuat produksi lebih meningkat dengan pesat.  Akhirnya disimpulkan spesialisasi adalah solusinya.  Inilah yang mendorong perkembangan ilmu manajemen kemudian untuk meningkatkan produktivitas kerja dalam sebuah perusahaan (khususnya pabrik, pada awalnya).

Yang terjadi sebetulnya adalah memperlakukan manusia sebagai salah satu komponen dari proses produksi dan melihatnya sebagai tool yang perlu berproses layaknya sebuah mesin.

Salah satu tokoh, bapak ilmu manajeme dan konsultan manajemen pertama, adalah Frederic Taylor (1856 -1915), yang berarti hidup sekitar 100 tahun yang lalu.  Sebuah periode yang sebetulnya belum teralalu lama untuk kemudian membentuk sebuah pemikiran, gerakan dan perubahan sistem yang luar biasa dalam pengelolaan organisasi dalam 1 abad terakhir ini.

Tentunya semua proses itu telah menghasilkan sebuah perekonomian yang bertumbuh dengan pesat, yang didukung oleh proses produksi yang optimal.  Dan pendekatan manajemen yang mempunyai dasar ilmiah dengan fokus pada output produksi dan melihat manusia sebagai sebuah alat produksi, layaknya mesin.  Manusia sebagai alat bukan tujuan.  Inilah spirit utama dari sebagian besar pendekatan produktivitas kerja.  Termasuk ketika kita berbicara mengenai pendekatan Manajemen Waktu.

Pendekatan Produktivitas Diri, tentunya mempunyai perspektif yang berseberangan, yang kita akan bahas di tulisan berikut.

Catatan:

Artikel ini terinspirasi dari sebuah video menarik dari Ryan T Hartwig: The Myth of Meaningful Work (https://www.youtube.com/watch?v=2li_1oMJLqE).

G. Suardhika

Trainer dari training Modern Time Management Jakarta

Close Menu
×

Hello!

Click one of our representatives below to chat on WhatsApp or send us an email to cs@produktivitasdiri.co.id

× Butuh info?