Edisi 218, 26 Juni 2018
Pernah mengalami situasi berikut? Anda menghadapi sebuah pekerjaan yang penting di depan mata. Tapi pikiran Anda melayang kemana-mana. Pikiran Anda begitu kreatif menemukan hal yang lebih menyenangkan yang ingin dilakukan saat ini. Pada kesempatan yang lain, yang terjadi berbeda lagi, ketika Anda tengah bersiap mengerjakan pekerjaan tertentu di rumah, tiba-tiba Anda merasa sangat mengantuk, dan ingin tidur dulu.
Setiap hal menyenangkan (termasuk keinginan untuk istirahat) mempunyai magnet yang kuat. Begitu besarnya magnet ini, sehingga kita lebih perlu menjadwalkan dan memaksakan diri untuk aktivitas penting daripada aktivitas istirahat atau hobi. Kemampuan seseorang dalam Manajemen Produktivitas Diri (MPD) salah satunya ditentukan oleh kemampuan untuk menangkap kondisi ini pada saat yang tepat dan kemudian mengelolanya dengan baik. Pengelolaanya bisa dilakukan pada aspek lingkungan (eksternal) ataupun melalui pengendalian diri (internal).
Aspek lingkungan terkait dengan kemampuan kita mebuat lebih sulit untuk melakukan hal-hal menyenangkan. Bagi orang yang suka ngemil, memastikan bahwa Anda tidak punya makanan kecil di rumah adalah strategi lingkungan (eksternal) yang paling jitu dalam mengendalikan dorongan tersebut. Pada beberapa orang yang bekerja di rumah, saking kuatnya dorongan untuk bersitirahat (dalam hal ini: tidur ataupun nonton tv) maka dirasa perlu untuk membangun ruang kerja terpisah dari rumah. Atau sesederhana mematikan fungsi wifi, sehingga kita tidak bisa melakukan browsing atau menonton youtube ketika tengah bekerja.
Membuat lebih sulit hal yang menyenangkan juga bisa dilakukan dengan membuatnya menjadi syarat dari sebuah pencapaian. Saya baru akan istirahat kalau sudah menyelesaikan pekerjaan A atau sudah bekerja selama sekian jam.
Bila pengelolaan eksternal dilakukan dengan cara tersebu, maka pengelolaan magnet internal lebih rumit dan sulit. Ada dua jenis dorongan dalam hal ini. Ada yang terkait dengan tingginya tingkat menyenangkan dari hal yang lain tersebut (competitive activities) dan ada juga yang terkait dengan tingginya penolakan dari apa yang ingin kita kerjakan. Bila kedua kekuatan itu tidak mendukung kita: ada aktivitas alternatif yang sangat menyenangkan dan apa yang penting yang kita lakukan begitu sulit dan ‘nyebelin’ maka peluang kita untuk berhasil mengerjakan hal yang penting menjadi lebih kecil.
Bila interupsi yang datang dari internal tersebut (keinginan untuk melakukan hal lain) hanya memerlukan waktu pendek untuk me-respond-nya, maka tampaknya leibh baik kita membiarkan diri me-respondnya daripada diganggu hal tersebut terus-menerus. Bila lebih lama, maka sebaiknya kita mencatatnya saja dan me-respond-nya kemudian.
Berbagai penelitian mengenai willpower mengatakan bahwa persediaan willpower kita terbatas, karenanya sebaiknya kita mengutamakan mengerjakan hal penting dan sulit pada saat kita masih segar, ketika willpower kita masih banyak.
Kita perlu juga mencari titik tengah antara berdisiplin melakukan hal yang penting dan mengikuti apa yang kita inginkan, karena terlalu kuat memaksakan diri kita, juga akan menyebabkan kita bekerja setengah hati dan hasilnya tidak optimal. Sementara terlalu mengikuti keinginan kita hanya akan membuat kita menjadi procrastinator: orang yang cenderung menunda-nunda pekerjaan.
Penting untuk mengupayakan bahwa kita memang berada pada profesi dan pekerjaan yang memang kita sukai, sehingga dorongan aktivitas menyenangkan dan penting berada pada area yang sama. Pada situasi tersebut, upaya mendisiplinkan diri jadi minimal, willpower kita tidak banyak kita gunakan dan kita menjalani hari yang menyenangkan.
G. Suardhika
Trainer dari training Modern Time Management Jakarta
Leave a Reply