Edisi 331, 19 Januari 2021
Sumber penyebab terjadinya procrastination di kantor mempunyai kompleksitasnya sendiri. Kompleksitas itu terutama datang dari konteksnya. Terkait dengan konteks relasi, maka permasalahan bisa muncul, misalnya, dalam kaitan dengan atasan, rekan kerja, dan customer, yang kemudian menimbulkan keengganan dalam mengerjakan tugas. Bisa juga terkait dengan adanya ketidakjelasan tugas, beban kerja yang tinggi, atapun tekanan deadline yang begitu besar. Faktor lain yang berpengaruh adalah persepsi terhadap kebijakan manajemen, yang dirasa tidak memperhatikan kepentingan karyawan, tidak adil, tidak konsisten ataupun berubah-ubah tanpa kejelasan.
Tenggat waktu bohongan merupakan faktor yang lain. Yang disebut dengan ‘tenggat waktu bohongan’ adalah sebuah tenggat waktu yang diberikan oleh atasan tetapi tidak pernah jelas apakah itu deadline yang ketat atau sekedarnya saja, karena atasan beberapa kali terkesan santai ketika deadline terlewati atau bahkan melupakannya. Lalu ketika sebuah tugas telah dipenuhi deadline-nya, tim juga tidak dapat melihat apa manfaat dari yang dikerjakan tersebut. Akhirnya, setiap kali atasan memberi tugas, tim mendekati dengan wait & see.
Selain fake deadline, penyebab lain dari procrastination kantor adalah, sebut saja, kekaucauan prioritas. Hal ini lebih berbahaya karena bersifat lebih ‘sistemik’. Bos A meminta A, sedangkan Bos B meminta B. Sementara itu, keputusan rapat kemarin mengatakan bahwa fokus kita sekarang harusnya C. Tetapi diantara ketiga hal tersebut ada yang ada deadline (fake atau bukan ya?) ada yang tidak. Tetapi yang tidak ada deadline, karena datang dari Bos besar bisa jadi suatu saat ditanyakan pada kita seolah-olah deadline-nya kemarin. Akibatnya kita menghadapi pekerjaan seperti sebuah moving target yang begitu kita menembak (baca: mengerjakan) yang A, ternyata kita dimarahin karena tidak mendahulukan B atau C.
Untuk lebih menambah komplikasi yang ada, ketiga penugasan tersebut, A, B dan C tidak cukup jelas apa yang ingin dicapai sehingga ada kemungkinan cara yang kita pilih tidak tepat. Tidak heran bila karyawan cenderung melakukan procrastination, dengan harapan ada kejernihan cara, tujuan dan prioritas. Dan berharap hal tersebut terjadi sebelum dia dimarahi oleh berbagai bos tersebut.
Jadilah setiap hari kita datang seperti layaknya pesakitan yang berusaha menghindari bos, sambil berdoa, bisa mendapatkan ‘petunjuk dari atas’, atau paling tidak semoga ketika ketemu Bos, mood bos lagi baik. Tenggat waktu bohongan dan prioritas samar biasanya ditimbulkan oleh Bos yang unorganized. Bos yang tidak jelas akan prioritas dan fokusnya.
Dalam konteks tersebut, procrastination terjadi sebagai pendekatan strategis terhadap budaya yang chaos. Tim hanya fokus pada rutin operasional, enggan melakukan inisiatif diperlukan. Inilah procrastination yang dihasilkan oleh budaya kerja yang buruk.
G. Suardhika
Trainer dari training Modern Time Management Jakarta
Leave a Reply