Self Compassion dan Mendisain Hari

Edisi 342, 22 Juni  2021

Sulit untuk mencapai kesuksesan bila kita menunggu mood untuk melakukan berbagai pekerjaan penting yang kurang disukai.  Kita perlu memiliki kemampuan untuk membangun mood dari berbagai aktivitas tersebut.  Mood mengikuti aktivitas, bukan aktivitas mengikuti mood.

 Membangun mood dilakukan diantaranya dengan mencari pendekatan yang tepat dalam melakukan suatu aktivitas.  Cycle yang perlu dibangun adalah do-enjoy-result.  Berupaya menemukan aspek yang bisa kita nikmati dari suatu aktivitas yang sulit.  Atau memulai pekerjaan pada aspek yang bisa dinikmati dan kemudian membangun rasa keberhasilan dengan penyelesaian setahap demi setahap.  Bisa juga dengan membuat situasi yang senyaman mungkin ketika mengerjakannya.

Sebuah pencapaian besar lebih sering datang dari sebuah perubahan kecil bertahap yang dinikmati.  Unsur menikmati itu penting karena ia akan mendatangkan konsistensi dalam proses.  Bila kita tidak berhasil menemukan aspek menyenangkan dari suatu aktivitas, maka akan sulit bagi kita membangun kebiasaan untuk mengerjakan hal tersebut secara terus-menerus.

Karena itu kesalahan utama kita dalam mengatur jadwal harian adalah memasukan semua hal yang penting dan ‘harus’ dikerjakan, tetapi tidak memasukan hal menyenangkan yang ingin dilakukan.  Pada saat itu, kita memperlakukan diri kita seperti layaknya ‘budak’ yang hanya bekerja di bawah tekanan.  Prinsip self compassion mengarahkan kita untuk membuat disain hari yang bisa kita nikmati dan membuat kita bersemangat ketika terbangun di pagi hari untuk menjalankannya.

Disain hari seperti itu umumnya berisi kecepatan kerja yang nyaman, fleksibilitas, istirahat yang memadai, kesempatan untuk melakukan hal menyenangkan, variasi aktivitas, dan lain-lain yang dibutuhkan seseorang untuk menyeimbangkan antara enjoy (menikmati hari) dan satisfy (puas dengan hari yang dijalankan). Apakah mungkin hal ini dicapai oleh orang yang bekerja full time?  Bila seseorang berada di posisi top management, mungkin lebih mudah karena yang lebih dilihat adalah berbagai pencapaian target dari perusahaan tersebut.  Bagaimana dengan karyawan?  Lebih sulit, walau bukan tidak mungkin.  Prestasi yang baik, serta kemampuan menjaga profesionalisme akan menjadi modal awal untuk membangun bargaining power.  Bila atasan menghargai prestasinya, maka ia bisa mulai mencoba menemukan cara untuk lebih mencapai pendekatan yang fleksibel dalam kerja, dengan tanpa mengorbankan kinerja.

G. Suardhika

Trainer dari training Modern Time Management Jakarta

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of
Close Menu
×

Hello!

Click one of our representatives below to chat on WhatsApp or send us an email to cs@produktivitasdiri.co.id

× Butuh info?